Kendal, Jateng (25/10). Saat ini, dunia pendidikan sedang dikhawatirkan terhadap aktivitas perundungan. Yakni, sebuah tindakan penindasan yang dilakukan pihak yang lebih kuat, terhadap pihak yang lebih lemah. Guna mencegah fenomena tersebut, LDII dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah menghelat penyuluhan hukum bagi santri, melalui program “Jaksa Masuk Pesantren”.
“Selain memberikan penyuluhan hukum secara umum, juga penekanan pergaulan di ponpes dan sekolah agar tidak melakukan pelanggaran hukum. Dengan demikian, anak-anak akan menaati peraturan, termasuk tidak melakukan perundungan,” ujar Ketua DPW LDII Provinsi Jawa Tengah Singgih Tri Sulistiyono.
Penyuluhan itu, diikuti 500-an santri setingkat SMP dan SMA, di Pondok Pesantren (Ponpes) Generus Nusantara Boarding School (GNBS) naungan DPW LDII Provinsi Jawa Tengah, pada Senin (24/10). Tema yang diambil “Ketaatan Hukum untuk Memperkuat Nasionalisme Generasi Muda Santri di Era Millenial Menuju Indonesia Emas 2045”.
Ia berharap, melalui materi yang disampaikan Kejati Jawa Tengah, ada semangat dari generasi muda untuk taat terhadap hukum. “Pendidikan sadar hukum perlu diajarkan sejak dini, sehingga mereka bisa mengambil sikap dalam berperilaku. Tidak salah langkah melakukan kegiatan melawan hukum,” ujarnya.
Singgih melanjutkan, melalui program tersebut, akan menambah pengetahuan dan wawasan tentang hukum yang diperoleh para santri, guru, ustaz, dan pamong ponpes. “Karena mereka diberikan pemahaman tentang konsekuensi hukum yang akan diterima, apabila melakukan penyimpangan di lingkungan masyarakat,” pungkasnya.
Sementara itu, Kasi Penerangan Hukum, Kejati Jawa Tengah, Bambang Tejo mengatakan, sebelumnya instansinya melaksanakan program “Jaksa Masuk Sekolah”, dan kini berlanjut pada program “Jaksa Masuk Pesantren”. “Jadi masyakarat khususnya pelajar harus tahu siapa itu aparat hukum, lembaga hukum dan apa tugas-tugasnya sehingga paham lembaga hukum dan peradilan di Indonesia,” ujar Bambang.
Ia menegaskan, santri sebagai warga negara Indonesia harus taat terhadap hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. “Tujuannya agar memahami, bahwa dalam pergaulan, jika ada pelanggaran hukum, maka ada sanksinya,” ujarnya.
Dengan demikian, santri tidak akan melakukan pelanggaran hukum, baik dalam pergaulan di ponpes, sekolah maupun di masyarakat. “Termasuk masalah perundungan atau bullying yang sering terjadi juga harus dihindari,” ucapnya.
Pasalnya, tindakan perundungan itu bagian dari kenakalan remaja, sehingga pihak ponpes ataupun sekolah harus bisa mencegah. “Tindakan perundungan, misalnya mengejek tidak boleh dibiarkan. Sebab bisa menjadi masalah besar. Apabila sampai bertengkar, merupakan pelanggaran hukum juga,” tandasnya.
Pemateri kedua adalah Jaksa Fungsional Kejati Jateng, Pardiono yang menekankan bahwa santri harus paham dengan penegakan hukum, sanksi dan aturan berdasarkan undang-undang. “Jaksa Masuk Pesantren merupakan program Kejaksaan RI yang dicanangkan di seluruh wilayah Indonesia dengan tujuan pengenalan serta pembinaan hukum sejak dini kepada para santri untuk mengenal hukum dengan tag line “Kenali Hukum, Jauhkan Hukuman,” ujarnya.
Senada, Pembina Ponpes GNBS Kendal Khotimul Husein mengatakan, dalam pergaulan remaja, sering terjadi tindakan perundungan. “Oleh karena itu, harus dicegah agar tidak sampai terjadi perundungan yang berat. Untuk mencegah tindakan perundungan, di pondok GNBS ada guru pamong, guru BK dan psikolog,” ujarnya.
Jika terjadi perundungan, maka akan diselesaikan terlebih dulu oleh guru pamong. Apabila tidak bisa diatasi, maka akan diselesaikan oleh guru BK, hingga melibatkan psikolog untuk tindakan perundungan yang sulit diatasi. “Tindakan perundungan memang ada, tapi umumnya terkait kesalahpahaman dan bisa diselesaikan oleh guru pamong,” katanya. (KIM*)