Jakarta (19/12). Setiap 19 Desember, bangsa Indonesia memperingati Hari Bela Negara. Untuk tahun ini pemerintah menetapkan tema ‘Kobarkan Bela Negara untuk Indonesia Maju.’
DPP LDII mengajak masyarakat untuk memanifestasikan bela negara ke dalam aktivitas bersifat kontributif, “Hari Bela Negara sangat penting untuk diperingati. Ini mengingatkan akan pentingnya negara memiliki ketahanan untuk mampu mempertahankan diri dengan baik, demi keberlanjutannya,” ungkap Ketua DPP LDII Singgih Tri Sulistiyono.
Bela negara merupakan syarat mutlak bagi tumbuh kembangnya suatu negara. Kalau negara itu tidak pernah dibela, membuat pertahanannya lemah baik secara internal dan eksternal, “Maka, negara tidak bisa tumbuh berkembang dan melanjutkan kehidupannya lagi,” kata Singgih lewat pernyataannya, Selasa (19/12/2023).
Hari Bela Negara ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) nomor 28 tahun 2006. Dinukil dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI, ditetapkannya 19 Desember karena pada tanggal tersebut terjadi sebuah peristiwa sejarah yang besar yaitu pembentukan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada tanggal 19 Desember 1948.
Pada peringatan ini, pemerintah mendorong semangat kebangsaan dan bela negara dalam rangka mempertahankan kehidupan berbangsa dan bernegara, yang wajib menjunjung persatuan dan kesatuan.
Singgih mengatakan, berperang bukan merupakan satu-satunya hal yang dapat dikaitkan dalam konteks bela negara. Menurut Guru Besar Universitas Diponegoro itu, di era modern saat ini, bela negara bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, aktivitas maupun kontribusi dari warga negara.
“Baik itu di bidang ekonomi, politik, sosial, sosial budaya, seni dan sebagainya. Semua itu bisa memperkuat pertahanan dan ketahanan negara kita,” ujarnya.
Profesor Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro mengatakan jika negara lemah, maka warga negara juga akan mengalami kesulitan dalam melakukan pembelaan terhadap negara. Ia memberikan kesimpulan, bahwa bela negara dapat dimanifestasikan ke dalam berbagai aktivitas yang bersifat kontributif dan positif. Ini dilakukan untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), baik di masa kini maupun di masa yang akan datang.
“Sebab jika negara secara ekonomi dan politik lemah, sosial budaya lemah, maka ketahanan negara akan lemah pula. Baik dalam menghadapi tantangan dalam negeri dan luar negeri,” kata Singgih.
Sementara itu, juru bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan pertahanan negara tak hanya dilakukan secara militer, namun juga nirmiliter, dan hibrida atau campuran keduanya. Ia menekankan ketahanan secara ekonomi, budaya, digital, dan pangan juga sama pentingnya.
Ia berpandangan, setiap warga negara dapat berkontribusi dalam pertahanan negara sesuai bidang yang digeluti. Dalam konteks digital misalnya, para santri di pondok pesantren bisa aktif dalam pertahanan digital melalui media sosial. Apalagi dalam era digital, Dahnil mengungkapkan, yang perlu diwaspadai adalah pemilik data dengan keberpihakannya.
“Dengan kecanggihan artificial intelligent saat ini, setiap pemilik mampu terhubung dengan data pengguna. Sehingga yang terjadi pemilik data itu mampu menganulir kebenaran sumber data, menjadi data palsu,” tegas Dahnil.
Dalam ketahanan pangan, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah (2014-2018) itu menegaskan ketahanan pangan merupakan tanda kekuatan sebuah negara. Dahnil menyinggung perspektif Presiden Jokowi yakni hilirisasi pangan yang mengubah eksploitasi masif menjadi eksplorasi lingkungan melalui energi baru terbarukan.
“Masa depan Indonesia adalah tentang pangan, karena itu perlu generasi muda yang mau mempertahankan negara melalui pertanian,” ujarnya. (*KIM)