Jakarta (5/6). Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa perubahan dari pandemi menjadi endemi tidak dapat dilakukan oleh suatu negara, melainkan melalui keputusan WHO yang merupakan organisasi kesehatan dunia.
“Ini merupakan pandemi global, Indonesia tidak bisa memutuskan secara sepihak bahwa telah menjadi endemi,” ujar Menkes dikutip di laman resmi Satgas COVID-19.
Menkes menjelaskan bahwa terdapat pertimbangan untuk mengubah status pandemi menjadi endemi, salah satunya adalah kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga protokol kesehatan.
“Dari semua sejarah, faktor yang paling menentukan perubahan status dari pandemi menjadi endemi adalah kesadaran masyarakat, tahu langkah pencegahan, terus kalau sakit harus ngapain,” ujar Menkes saat konferensi pers beberapa waktu lalu.
Tak hanya itu, terdapat tiga faktor transmisi komunitas yang harus dipenuhi sebelum perubahan status dari pandemi menjadi endemi.
“Ada tiga faktor transmisi komunitas yang harus dipenuhi, ada aturan dari WHO. Berapa kasus per 100 ribu, berapa masuk rumah sakit per 100 ribu, sama berapa jumlah meninggal per 100 ribu, itu level 1, selama tiga bulan berturut-turut,” tuturnya.
Selanjutnya, ada aturan lain yang harus dicapai untuk mengubah status pandemi menjadi endemi, yaitu vaksinasi dosis kedua harus minimal mencapai 70 persen, dan laju penularan di bawah 1.
“Jadi kalau sudah level 1, selama tiga bulan berturu-turut, reproduction rate-nya di bawah 1, tiga bulan berturut, dan vaksinasi dosis kedua minimal sudah 70 persen. Itu jadi pertimbangan kami dari sektor kesehatan, bahwa sudah cukup yakin untuk dibuat keputusan transisi dari pandemi menjadi endemi,” ujarnya.
Dikutip dari laman resmi vaksinasi Kemenkes, jumlah vaksinasi nasional untuk dosis kedua per Minggu (5/6/22) sudah mencapai lebih dari 167 juta dosis atau 80,52 persen. Vaksinasi dosis ketiga atau booster, baru mencapai lebih dari 46 juta dosis atau 22,34 persen.(**)