Jakarta (5/11). DPP LDII bakal menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pada 7-9 November 2023. Rakernas tersebut bertujuan mempertajam dan mengevaluasi program kerja, yang dicanangkan pada Munas IX LDII.
“Selain mengevaluasi dan mempertajam program kerja, Rakernas ini menjadi wahana LDII untuk melihat visi dan misi para calon presiden. Kami memandang pemaparan mereka sangat penting, untuk mencari solusi berkelanjutan untuk menyambut era tinggal landas 100 tahun Indonesia,” papar Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso saat jumpa awak media di Gedung DPP LDII, Jakarta, pada Minggu (5/11).
Seabad Indonesia dalam pandangan LDII bukan sekadar 70 persen penduduk Indonesia berusia produktif. Sekaligus menjadi puncak pencapaian bangsa Indonesia di segala lini, yang titik mulanya dirintis pada pertengahan abad 21.
“Kita masih memiliki persoalan pembangunan SDM terkait pendidikan, kebangsaan, kedaulatan pangan, kemajuan teknologi, perubahan iklim, dan berbagai masalah yang harus diselesaikan untuk menjadikan Indonesia negara maju pada usia 100 tahun nanti,” tegas KH Chriswanto.
Menurutnya, LDII sejak 2018 telah mencanangkan “8 Program Kerja LDII untuk Bangsa”, yakni kebangsaan, keagamaan, pendidikan umum, kesehatan, ketahanan pangan, pelestarian lingkungan, ekonomi syariah, teknologi digital, dan energi baru terbarukan.
“Kesemuanya bermuara pada pembentukan SDM profesional religius dan kemajuan bangsa. Kami berupaya menyiapkan SDM untuk menyambut Indonesia Emas 2045, sesuai tema Rakernas ‘Mewujudkan SDM Profesional Religius Dalam Bingkai NKRI Untuk Indonesia Emas 2045’,” ujarnya.
Ia mengatakan program kerja LDII disiapkan untuk menjawab tantangan global, salah satu contohnya Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement. Bahwa pada 2025, Indonesia harus mencapai target bauran energi 23 persen pada tahun 2025, “Kami berupaya membantu pemerintah dengan membangun pembangkit listrik mikrohidro di perkebunan teh Jamus di Ngawi. Dan pesantren, bahkan Gedung DPP LDII ini sebagian listriknya menggunakan tenaga surya,” tutur KH Chriswanto.
Ia menambahkan, Indonesia memiliki berkah sebagai bangsa yang memiliki keberagaman agama, budaya, suku, bahkan ras, “Dan Allah menganugerahi kita bisa bersatu, bersaudara, dan memiliki solidaritas yang tinggi sebagai bangsa. Anugerah ini bisa saja hilang, bila bangsa Indonesia tidak merawatnya,” kata KH Chriswanto yang pernah menjadi politisi Golkar Jawa Timur itu.
Merawat kebhinnekaan ini, dalam satu dekade belakangan mendapat ujian dengan adanya Pemilu, “Demokrasi kita yang semakin liberal ini, memungkinkan orang saling serang dengan kata-kata di media sosial ataupun media massa. Menampilkan kampanye hitam, untuk menjatuhkan citra pihak lain. Inilah persoalan yang mampu memecah belah bangsa,” keluhnya.
KH Chriswanto menyayangkan, prilaku yang memecah belah persatuan bangsa itu, tidak hanya ditampakkan oleh elit politik, tapi juga sekelompok masyarakat dengan memanfaatkan kegaduhan di tahun politik, “Kami mengingatkan, memecah belah bangsa dengan merugikan pihak lain demi kepentingan pribadi maupun kelompok bertentangan dengan Pancasila, juga setiap agama yang diyakini bangsa Indonesia,” imbuh KH Chriswanto.
Dengan demikian merawat kebhinekaan merupakan tanggung jawab bersama seluruh bangsa Indonesia. Dengan demikian pesta demokrasi justru makin memperkaya pemikiran untuk membangun Indonesia di masa depan, “Perbedaan pemikiran dalam bingkai persatuan, selalu menghasilkan banyak hal positif untuk bangsa,” ujarnya.
Rakernas LDII, menurut KH Chriswanto insya Allah dibuka oleh Presiden Jokowi dan dihadiri tiga calon presiden tersebut, juga dimanfaatkan DPP LDII untuk menitipkan aspirasi. Agar pembangunan nasional dan penyelesaian masalah kebangsaan bisa berkesinambungan. Terkait hal tersebut, DPP LDII akan memberikan rekomendasi kepada para calon pemimpin negara itu.
Selain itu, LDII dalam Rakernas menegaskan dukungan terhadap solusi damai Palestina dan penghentian kekerasan terhadap rakyat Palestina, “Bangsa Indonesia yang mengalami penjajahan, pendudukan, dan agresi di masa lalu, merasakan benar perasaan rakyat Palestina. Apalagi citra yang dibangun Barat dan Israel terhadap Palestina adalah ekstrimis dan militan. Ini tidak menguntungkan bagi perjuangan Rakyat Palestina,” tegas KH Chriswanto.
Sama halnya rakyat Indonesia setelah memprokalamasikan kemerdekaannya, perlawanan terhadap Belanda dianggap sebagai gerakan ekstrimis, “Ini menjadi perhatian kami, agar sikap antipenjajahan tidak dicap sebagai pelaku kekerasan,” pungkasnya. (KIM*)