Sleman, DIY (21/11). Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) DIY menyelenggarakan secara rutin Kajian Hadis Kutubus Sittah. Salah satunya di Pondok Pesantren Kutubus Sittah Mulya Abadi Sleman, yang sudah berdiri sejak 1984.
Mulai dari Sahih al-Bukhori, Sahih Muslim, Sunan an-Nasa’i, Sunan Abu Daud, Sunan Ibnu Majah, dan Sunan at-Tirmdzi. Beberapa waktu lalu, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY, Prof. Dr. KH. Machasin, MA. membuka secara resmi Kajian Hadis Sahih Muslim untuk periode pengkhataman November 2022 hingga Januari 2023.
Dalam tausiyahnya, Prof. KH. Machasin menyambut gembira “Kajian Hadis Sahih Muslim” yang diadakan oleh LDII DIY ini di pondok pesantren yang berada di tepi Jalan Raya Magelang KM 8,5.“Saya sangat bergembira bahwa di sini dikaji kitab-kitab hadis Kutubus Sittah yang sangat terkenal dan menjadi rujukan bagi ahli dalam memutuskan persoalan-persoalan berkaitan dengan fikih,” ungkap Prof. KH. Machasin yang menyandang guru besar di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Mantan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI (2014-2016) ini menuturkan bahwa telah lama mengenal LDII. Suatu saat pernah mendampingi Presiden RI, Ir. Joko Widodo menerima pengurus harian DPP LDII di istana negara Jakarta. Menurutnya, belajar kitab secara mendalam itu harus tekun dan waktunya tidak sedikit. Santri biasa pasti memerlukan waktu yang lama untuk belajar. Sedangkan program belajar secara akselerasi diperuntukan tidak untuk seluruh santri. Program akselerasi bagi santri/santriwati yang memiliki kecerdasan luar biasa.
Mantan Kepala Pusat Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI ini juga berharap para santri LDII belajar tidak hanya melalui buku, namun melihat pula kehidupan sebagai media pembelajaran. Saat berdakwah turut mengalir bersama masyarakat tetapi tidak terbawa arus.
Jangan sampai terlena dan terpengaruh, seperti: dampak negatif media sosial. “Dakwah kita itu tidak melawan arus, yang paling baik, tetapi mengikuti arus, hanya tidak terbawa arus. Mengikuti di belakang namun dengan handayani (daya), tutwuri handayani. Ada pengaruhnya,” jelas Prof. KH. Machasin.
Turut hadir menyimak tausiyah Ketua umum MUI DIY, antara lain: Ketua Dewan Pimpinan Wilayah LDII DIY Atus Syahbudin, S. Hut., M.Agr., Ph.D., Ketua DPD LDII Sleman Suwarjo, S.IP., M.Si. bersama pengurus harian DPW/DPD, serta beberapa dewan penasehat dan dewan guru ponpes.
Atus menyampaikan 8 bidang pengabdian LDII untuk bangsa. Yang teranyar menurut Mantan Dewan Syura Muslim Student Association Japan (MSAJ) ini adalah sinergi dengan program Pusat Inkubasi Bisnis Syari’ah (PINBAS) Komisi Ekonomi dan Bina Kesejahteraan Umat MUI DIY untuk melaksanakan sertifikasi halal makanan nabati. Lalu penyelenggaraan Jogja Jambore Anak Saleh (JOGJAS) 2022 yang berpusat di Kapanewon Ngemplak, Sleman. Selain itu, bersama Kejaksaan Tinggi DIY, LDII turut menyukseskan program Kejaksaan Agung RI, yakni “Jaksa Masuk Pesantren” di Pondok Pesantren Pelajar Mahasiswa Baitussalam, Kota Yogyakarta.
Melalui kajian yang dibuka oleh Ketum MUI DIY ini, Ketua Ponpes Kutubus Sittah Mulya Abadi, H. Jiwantoro, S.Pd. berharap para santri senantiasa berkarakter alim-fakih, berakhlakul kharimah, dan mandiri. H. Jiwantoro menyampaikan pula bahwa santri-santri berasal dari DIY dan luar DIY. Bahkan hingga Papua, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera.
Ruang kelas ponpes ini ber-AC dengan suasana pondok yang sangat asri. Selain itu, santri dapat menginap di asrama putra dan putri yang terpisah, serta tersedia ruang makan dan laundri. Dengan fasilitas tersebut, santri hanya dikenakan biaya makan setiap harinya Rp15.000 dan biaya admin Rp 2.000/hari. “Ayo mengaji kutubus Sittah di Mulyo Abadi,” pungkas Ustaz H. Sahli, salah satu dewan guru ponpes. (KIM*)
Alkhamdulillah, tata cara mengaji di LDII sangat mudah dan sederhana, Guru dan Murid sama sama mengbuka Kitab, Guru mengkajikan secara makna dan keterangan, perkata, sementara Murid menulis di Kitabnya, cara mengaji ini sudah dipraktekan sejak awal. Praktek seperti ini mampu dipraktekan LDII sampai Majelis Taklimnya sampai Pelosok Negeri, bahkan sampai Luar Negeri. Kalau LDII dituduh tdk baik, LDII harus membuktikan kebaikanya, apabila dituduh sesat LDII harus menunjukan kalau tdk sesat, namun bagaimana orang percaya LDII tdk sesat, sementara Ponpes yg mengkajikan Kutubusittah tdk dinamakan dgn Ponpes LDII