Jakarta (11/1). Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, KH Haedar Nashir mengungkapkan, untuk mewujudkan kedamaian bersama, perlu meminimalisir perbedaan pendapat. Hal itu disampaikan saat menerima kunjungan Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso berserta jajarannya di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Rabu (11/1).
“Di tingkat pusat, perlu membangun sebuah format yang lebih proaktif. Apa yang bisa kami kerja samakan untuk mengangkat harkat, martabat dan kekuatan umat Islam. Sehingga menjadi khairu ummah yang diidamkan,” ujarnya.
Menurutnya, umat Islam secara keseluruhan harus bisa menjalin ukhuwah yang produktif dan konstruktif. “Dengan meninggalkan pertentangan khilafiyah ideologis dan politis, sehingga bisa lebih terbuka dan maju,” pungkasnya.
Ia melanjutkan, di tahun politik ini, ormas Islam harus bisa menyamakan platform. “Tidak terlibat dalam kontestasi politik partisan. Dengan mengawal proses pemilu tetapi pada koridor konstitusi,” ujarnya.
Hal tersebut, dinilai akan mengurangi terjadinya spekulasi politik dan benih perpecahan. “Tetapi kalau di tubuh umat Islam berbeda. Akan membuat repot ke dalam dan ke luar. Perlu memastikan ormas Islam satu pandangan besar, (pemilu) yang sesuai dengan konstitusi dan konsensus nasional, untuk dijalankan bersama,” imbuhnya.
Langkah selanjutnya untuk mewujudkan kedamaian bersama, Haedar mengajak umat Islam untuk menjaga jarak dari pertarungan pemilu. “Sehingga bisa menyuarakan ayo kita damai dan bersatu. Mengikuti pemilu sesuai dengan konstitusi, yang jujur, adil dan bermartabat,” jelasnya.
Selain itu, ia mengajak ormas Islam untuk memiliki pandangan bersama mengenai isu krusial di tubuh bangsa. “Seperti radikalisme, terorisme, dan ekstrimisme, yang berpotensi membuat kontraproduktif dalam berbangsa,” ujarnya.
Hal itu, kalau tidak diselesaikan, menurutnya dapat membuat saling menuding. “Sehingga perlu duduk bersama. Muhammadiyah punya sikap, Indonesia adalah negara Pancasila. Pancasila harus menjadi titik tengah untuk bertemu,” ujarnya.
Terakhir, soal menanamkan nilai-nilai keagamaan, menjadi tugas berat bagi ormas Islam. “Bagaimana membangun akhlak yang mulia. Islam yang rahmatan lil alamin, yang cerdas dan memajukan. Ini menjadi agenda kita,” ujarnya.
Jika tidak menjadi perhatian serius. Hal itu dapat membuat penanaman nilai-nilai keagamaan jadi banyak yang instan. “Akibatnya umat Islam yang haus nilai agama, akan mencari yang instan. Kalau sudah seperti itu pekerjaan akan menjadi lebih berat,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso mengatakan, LDII melihat banyak persamaan dengan Muhammadiyah dalam menyikapi problem pemerintahan, politik, ekonomi, pendidikan dan kebangsaan. Tahun depan, Indonesia akan memasuki tahun politik. “Dalam dua pemilu terakhir, bangsa Indonesia terbelah karena persoalan pilihan politik,” tuturnya.
LDII berpandangan, pemilu itu memang lima tahun. Sementara berdakwah dan membina umat hingga ila yaumil qiyamah (hingga hari kiamat). “Maka jangan sampai yang lima tahun ini merusak yang ila yaumil qiyamah. Perlu ada penyamaan visi dan persepsi diantara ormas-ormas Islam untuk bersanding, bukan justru bersaing,” katanya
Terkait penanaman nilai-nilai keagamaan, KH Chriswanto menegaskan, program kerja LDII lebih menekankan pada pengembangan SDM. “Kami memiliki delapan program prioritas, empat program merupakan pengembangan SDM. Pertama kebangsaan. LDII menilai, Pancasila tidak bisa ditawar lagi. Inilah kesamaan yang bisa disinergikan,” ujarnya.
Kedua, lanjutnya, bidang keagamaan. Dengan bidang LDII konsen membangun moralitas generasi muda LDII. Ketiga bidang pendidikan umum. Dalam bidang ini LDII menitikberatkan pada usia dini. “Keempat, bidang kesehatan. Dengan empat bidang ini sebetulnya kami konsen pada pembangunan SDM, yang kami sebut profesional religius,” ujarnya. (KIM*)