Jakarta (26/2). DPP LDII menyelenggarakan webinar “Keluarga Mandiri Keluarga Berseri, Keluarga Mandiri Bangsa Berdikari”. Fokus acara tersebut, yakni pemberdayaan keluarga dalam mendidik kemandirian dan kewirausahaan anak sejak dini. Webinar berlangsung secara luring di kantor DPP LDII, di Jakarta, dan daring yang diikuti warga LDII di 34 provinsi, pada Sabtu (25/02).
Dalam kesempatan tersebut, pemateri pertama dari Departemen Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga (PPKK) DPP LDII, Dewi Ilma Antawati mengatakan target pembinaan generasi penerus LDII adalah mewujudkan SDM Profesional Religius, “Target ini merupakan hasil keputusan Munas VII LDII tanggal 9 Maret 2011 di Surabaya tentang pengembangan sumber daya manusia (SDM) LDII, menjadi SDM profesional religius berkarakter Tri Sukses yaitu alim-faqih, berakhlak mulia, dan mandiri,” katanya.
Dewi Ilma menjelaskan, keluarga memiliki peran penting dalam membangun individu yang mandiri, “Kemandirian sebagai keterampilan dasar hidup. Seperti contoh, mengerjakan sesuatu tanpa disuruh, mengambil keputusan sendiri, bertanggungjawab terhadap tindakan dan menyelesaikan masalah tanpa atau dengan meminimalkan bantuan,” jelasnya.
Ia juga menambahkan, anak sejak usia dini sudah terlatih untuk berperilaku mandiri. Ada tiga metode untuk mengarahkan anak untuk mandiri. Metode pertama melalui pikiran, “Seperti contoh, orangtua mengarahkan anak bisa memilih kegiatan ekstra yang bermanfaat dan dapat menentukan ingin memulai usaha dalam bidang apa,” ujarnya.
Metode kedua, kata Dewi Ilma melalui perasaan, “Orangtua mengarahkan anak tidak cemas saat ditinggal orangtua. Saat anak bersedih, mengatasinya dengan membaca Alquran. Kemudian, saat menjalani pernikahan, anak diarahkan saat ada masalah tidak serta merta menyalahkan pasangan,” ujarnya.
Ibu dari enam anak ini juga menambahkan, metode ketiga untuk mengarahkan anak melalui tindakan, “Orangtua mengarahkan anak untuk membereskan mainan tanpa disuruh, mengerjakan pekerjaan rumah sampai tuntas. Serta, menekuni bidang yang sudah dipilih, mudah bangkit ketika gagal,” tambahnya.
Lulusan Universitas Airlangga Surabaya ini juga melanjutkan bahwa orangtua supaya memberikan anak aktivitas pembiasaan untuk mengembangkan kemandirian, “Saat anak berada di usia 0-18 bulan, anak belajar tanggap terhadap kebutuhan anak (menangis, merengek) dan orang tua memberikan stimulasi yang cukup. Usia 18 bulan hingga 3 tahun, memberikan anak kesempatan belajar makan sendiri, mengenakan pakaian sendiri dan mengapresiasi ketika anak bisa melakukan sesuatu,” ujarnya.
Kemudian, Dewi Ilma juga menambahkan, aktivitas pembiasaan terus berlanjut dari umur 3 tahun hingga 18 tahun, “Kemudian, pada usia 3-5 tahun, antara orangtua dan anak menyepakati rutinitas bersama seperti mengikuti pengajian usia dini, memberi kesempatan untuk memilih hal sederhana hingga membiasakan menabung jika ingin sesuatu,” ujarnya.
Saat anak beranjak di usia 5 hingga 12 tahun, orangtua memberikan tugas rumah tangga sesuai usia, “Bukan hanya itu, orang tua juga memberikan kesempatan berwirausaha sederhana, dan mengikutsertakan dalam kegiatan sosial,” ujarnya.
Yang terakhir, saat anak berusia 12 hingga 18 tahun, orangtua supaya memberikan anak aktivitas rutin bersama keluarga, “Anak juga supaya terlibat dalam pengambilan keputusan di keluarga dan belajar mengelola uang sendiri,” tuturnya.
Salah satu tim pengajar Sekolah Pamong Indonesia (SPI) ini mengatakan, anak yang tumbuh dalam keluarga yang memberikan kehangatan, kedekatan emosional, dan kebersamaan, akan lebih mudah beradaptasi dengan berbagai tantangan hidup di kemudian hari.
“Tugas orangtua sebagai teladan dan menciptakan sistem keluarga dan lingkungan yang mendukung perkembangan kemandirian. Terapkan berbagi tanggungjawab pengasuhan bersama atau yang kerap disebut co-parenting,” pungkasnya.
Sementara itu, Anggota Departemen Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat (EPM) An Nuur mengatakan, ada tiga opsi anak untuk menempuh jalur kemandirian, “Mandiri di dunia sendiri yang direstui dan didoakan orang tua. Kedua, mandiri di dunia yang orangtua suruh. Ketiga, mandiri di dunia orangtua berada sekarang dan anak melanjutkan.
Ia juga menambahkan, setelah memilih jalur kemandirian perlu dilanjutkan dengan aksi nyata, “Anak harus memiliki end of mind secara tertulis dan bermusyawarah kepada orang tua agar terwujud. Kemudian, menjunjung Tri Sukses dan Enam Tabiat Luhur (rukun, kompak, kerjasama yang baik, jujur, amanah dan giat bekerja serta hemat),” tuturnya.
Bukan hanya itu, Wakil Ketua Kelompok Kerja Usaha Bersama (Pokja UB) mengatakan, tips orang tua agar anak memiliki pondasi kemandirian, “Mampu berkomunikasi melalui tulisan dan lisan. Kedua, terbiasa menyusun visi, misi, tujuan, dan target kolektif yang dapat menggugah para karyawan/pengikut. Ketiga, mengetahui dan mematuhi semua aturan, menjiwai profesi dan visi misi perusahaan. Keempat, terbiasa mencatat income statement (catatan keluar masuk uang). Kelima, terbiasa mengelola waktu, memimpin diri sendiri, memimpin, membagi tugas, memotivasi orang lain,” tutupnya. (FW/LINES/KIM*)